MISTERI Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia (G30S/PKI) kini mulai terungkap. Ini setidaknya
menurut versi Ratna Sari Dewi, istri almarhum Presiden Soekarno, yang
menyingkapkannya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (7/10). Dengan tutur
bahasa Indonesia yang kurang lancar, Dewi memaparkan secara runtut
kejadian sekitar tragedi berdarah yang membenamkan bangsa Indonesia
dalam kepedihan berkepanjangan itu. “G30S/PKI bukanlah suatu kup atau
kudeta.
Kudeta terjadi justru tanggal 11 Maret
dengan Surat Perintah 11 Maret yang menghebohkan itu,” kata Dewi dalam
konferensi pers di kediamannya yang asri di Jl. Widya Chandra IX No. 10.
Jumpa pers ini dihadiri ratusan wartawan dari dalam dan luar negeri.
Maka meluncurlah cerita dari bibir mungil wanita yang masih cantik di
usianya yang mendekati kepala enam ini. Dengan sangat ekspresif, ia
bahkan memperagakan saat-saat akhir Bung Karno (BK) ketika dibawa dari
Wisma Yaso ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). “Sebelum 30
September, Bapak (Bung Karno-BK,
red) memanggil Jenderal A. Yani untuk
menanyakan tentang adanya Dewan Jenderal yang hendak melakukan kudeta
dan membunuhnya,” kata Dewi mengutip ucapan suaminya. Saat itu, Pak Yani
menyatakan bahwa dirinya sudah tahu tentang hal itu, dan nama-nama para
jenderal itu sudah ada di tangannya. “Jadi Bapak tidak usah khawatir,”
kata A. Yani. Saat itu, sebetulnya tidak ada yang memberitahu anggota
pasukan Tjakrabirawa, pasukan pengawal presiden, tentang rencana makar
terhadap panglima revolusi ini. Entah mengapa, pentolan Tjakra seperti
Letkol Untung, Kolonel Latief dan Supardjo mengetahuinya. “Mungkin ada
yang memberi tahu mereka,” ucap Dewi mengutarakan prediksinya.
Sebagai perwira muda yang sangat loyal
kepada BK, didorong kekhawatiran akan keselamatan BK, pasukan Tjakra ini
bertanya-tanya apa yang harus dilakukannya. Sebab kalau lapor kepada
atasannya, diperlukan bukti-bukti padahal mereka hanya punya waktu
sekitar empat hari lagi, karena kudeta akan dilakukan tanggal 5 Oktober
1965 saat ulang tahun ABRI. “Lebih baik kami interogasi saja
jenderal-jenderal itu,” kata Dewi tentang niat para perwira muda di
kesatuan Tjakra ini. Hal ini sebenarnya tidak direncanakan dengan baik,
karena para perwira muda ini didorong oleh suasana emosi dan darah
mudanya yang memang panas. Guna menghindari kemungkinan yang lebih
buruk, Kol. Latief menemui Pak Harto di RSPAD dan membicarakan tentang
rencana dewan jenderal. Juga diungkapkan kekhawatirannya terhadap
keselamatan BK dan anggotanya serta rencana menginterogasi anggota dewan
jenderal. “Kalau ada apa-apa, Pak Harto bisa mem-back up,” kata Dewi.
Namun permintaan itu ditanggapi dingin oleh Pak Harto yang saat itu
menjabat Pangkostrad. Sebetulnya, kalau mau Pak Harto bisa mencegah
kejadian ini. Namun karena tidak hirau, Pak Harto membiarkan pasukan
Tjakra bertindak. “Tjakra bermaksud menyelamatkan BK. Masudnya baik tapi
caranya kasar. Saya bisa mengerti karena darah mudanya,” tutur Dewi.
Untuk menginterogasi para jenderal itu,
Letkol Untung tak mungkin menyuruh prajurit muda dengan pangkat rendah.
Mereka ini hanya bertugas menjemput para jenderal untuk diinterogasi.
“Para prajurit ini tak mungkin berani memanggil Pak Yani yang jenderal
untuk menghadap. Karena itu, mereka meminta para jenderal untuk
menghadap BK dan tidak ada sama sekali rencana untuk membunuh mereka,”
jelas Dewi yang sempat menghebohkan masyarakat Indonesia lewat buku yang
menampilkan seluruh tubuhnya, Madame D’syuga. Namun karena mereka masih
muda, kerap kali keluar kata kasar yang tidak layak ditujukan kepada
jenderal sehingga mereka marah. Contohnya Jenderal Yani yang menampar
seorang prajurit dan akhirnya ditembak di tempat, sebagaimana terungkap
dalam film G30S/PKI arahan Arifin C. Noer. “Jadi gerakan itu bukanlah
orang PKI melainkan orang-orang militer. Ini merupakan insiden yang
sangat bodoh, idiot, cruel dan harus dicela,” kata mantan geisha di
Jepang ini. Menurut Dewi, usai gerakan ini Soeharto langsung menyatakan
bahwa pelakunya adalah PKI. Itu diutarakan lewat RRI sehingga membentuk
opini masyarakat tentang jahatnya PKI. Saat HUT TNI, Soeharto telah
berhasil menguasai TNI. “Mengapa rencana kudeta itu tanggal 5 Oktober?
Karena saat itu semua maklum bila tentara keluar barak menuju istana
untuk memperlihatkan keterampilannya di hadapan presiden. Saat itu ada
show of tank. Ini persis dilakuan CIA ketika menjatuhkan Presiden Mesir
Anwar Sadat yang meninggal saat defile angkatan perangnya,” kata Dewi
yang saat konferensi pers mengenakan batik tulis ‘lusuh’ warna cokelat
muda ini.
TENTANG jatuhnya BK, Dewi sangat yakin
bahwa BK Jatuh atas keterlibatan CIA. Untuk memperkuat pernyataannya
itu, Dewi memperlihatkan 10 fotokopi dari tiga surat penting yang
disebutnya sebagai bukti otentik keterlibatan CIA dan AS.
Bukti pertama adalah dokumen tentang
pertemuan salah seorang jenderal dengan dubes AS waktu itu untuk
membicarakan kudeta tanggal 5 Oktober 1965.
Dokumen kedua adalah dokumen Gillchrist,
orang kedua di Kedubes AS yang menyebutkan tentang rencana Marshal Green
menjadi Dubes AS di Indonesia. Orang terakhir ini adalah pakar kudeta
CIA yang terlibat dalam kudeta di Korea dan Hongkong. Saat itu
sebetulnya BK sudah diingatkan tentang kemungkinan adanya rencana CIA di
Indonesia sehubungan dengan kedatangan Green ini. “Tapi kalau saya
tolak, berarti saya takut pada AS,” kata BK, seperti dikutip Dewi,
tentang alasannya menerima Green.
Dokumen terakhir adalah surat dari BK
untuk Dewi yang menyatakan penderitaannya karena tidak boleh dijenguk
anak dan istrinya. Juga tentang kondisi terakhir BK.
“Saat saya datang, kondisi Bapak sangat mengenaskan. Keesokan harinya Bapak meninggal. Ketika saya konfirmasikan kepada dokter di AS dan Prancis, ternyata terungkap bahwa ada indikasi Bapak dibunuh dengan cara diberi obat over dosis,” katanya.
“Saat saya datang, kondisi Bapak sangat mengenaskan. Keesokan harinya Bapak meninggal. Ketika saya konfirmasikan kepada dokter di AS dan Prancis, ternyata terungkap bahwa ada indikasi Bapak dibunuh dengan cara diberi obat over dosis,” katanya.
Komentar
Posting Komentar